Kamis, 25 Agustus 2016 | 15:32 WIB
Wisatawan lokal sedang memperhatikan dinding Gua Gong di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, 18 Agustus 2016. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
TEMPO.CO, Pacitan – Liburan akhir pekan sudah di depan mata. Sudah ada rencana hendak berlibur ke mana? Apabila Anda sedang berada di wilayah Jawa Timur, Gua Gong merupakan salah satu lokasi wisata andalan di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Batu pada setiap ruangannya menyajikan eksotika tinggi. Batu kapur yang tumbuh dari bagian atas menuju dasar gua atau stalaktit menjuntai bak tirai. Gundukan stalakmit, yaitu batu kapur yang menjulang dari bawah ke atas juga memperlihatkan keindahan. Apalagi dipadukan dengan cahaya lampu berwarna-warni. Ada hijau, biru, merah, putih yang menyala secara bergantian setiap dua menit.
Pemandangan itu tersaji di dalam tujuh ruang gua. Setiap ruangannya dibatasi pintu berupa batu berongga yang menyempit. Untuk menelusurinya sudah tersedia jalur memutar dengan panjang 520 meter. Rute yang mayoritas berupa turunan ini dilengkapi dengan besi stainlees steel sebagai pembatas di sisi kiri dan kanannya.
Enam blower yang menyemburkan hawa dingin terpasang di beberapa titik. Sehingga Anda tak akan kepanasan kala menikmati keindahan kilau batu di perut bumi tersebut. Di ruang pertama yang biasa disebut taman bidadari terlihat bebatuan lancip tak beraturan. Pada titik yang paling dekat dengan pintu masuk ini bentuk staklakmit dan stalaktit menyerupai sedotan.
Memasuki ruang kedua, mata pengunjung dimanjakan oleh gundukan batu dengan permukaan tidak rata. Pemandu wisata di gua itu mengibaratkannya sebagai patung dalam jumlah banyak. Di ruangan ini juga ada rongga yang menghubungkan dengan ruang pertama.
Di saat penelusuran semakin dalam, keindahan gua kian memesona. Di ruang ketiga nampak stalaktit besar yang tumbuh hingga ke dasar gua. Warga Desa Bomo menyebutnya selo dudur langit (batu penyangga langit-langit bumi).
Batu penyangga lainnya terdapat di ruang keempat yang disebut dengan selo citra cipta agung (batu yang melambangkan kebesaran ciptaan Yang Maha Agung). Bentuknya indah karena warnanya lebih putih dibandingkan pilar di ruang ketiga. Bahkan, kilaunya lebih berkelip saat disorot cahaya lampu senter.
Keindahan stalaktit lainnya terdapat di ruang ketujuh. Di tempat ini menyimpan batu yang menjuntai dan diberi nama cengger bumi. Bila dipukul batu ini dapat mengeluarkan suaranya layaknya gong dalam gamelan Jawa.
Selain batu yang terbentuk selama bertahun-tahun, Gua Gong juga menyajikan keindahan lain. Empat sumber mata yaitu sendang kamulyan di ruang kelima, sendang larung nista di ruang keenam, sendang panguripan dan sendang jampi raga di ruang ketujuh.
Karena keindahan itu, lokasi wisata ini merupakan salah satu geosite yang masuk geopark (taman bumi) Gunung Sewu. Secara administratif geopark itu masuk wilayah Pacitan, Jawa Timur; Wonogiri, Jawa Tengah, dan Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seiring dengan itu sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh pemerintah setempat.
Berdasarkan pantauan Tempo, pasar souvenir yang pada akhir Mei 2014 masih berlantai satu kini bertingkat dua. Perubahan lainnya terlihat pada pintu masuk yang digeser 50 meter ke barat dari sebelumnya. Adapun tangga pintu masuk yang lama dijadikan akses keluar gua.
"Perbaikan sudah selesai pada Januari lalu,"kata Dwi Sumarni, salah seorang pedagang di kawasan wisata yang terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung itu, Kamis, 18 Agustus 2016.
Meski perbaikan fasilitas telah rampung, ia menuturkan, penghasilannya menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2016 pendapatannya per hari Rp 500 ribu. Padahal, pada 2014–2015 omzet pemilik lima kios yang menjual makanan, asesoris, oleh – oleh bisa mencapai Rp 1 juta per hari.
"Ramainya setelah pak Susilo Bambang Yudhoyono Presiden RI ke–6 ke sini,'' kata Dwi. SBY melakukan kunjungan ke Gua Gong pada Oktober 2013.
Faktor ketokohan presiden yang datang ke Pacitan kala itu dinilai menjadi magnet bagi wisatawan berkunjung ke Gua Gong. Karena itu, Dwi mengatakan untuk meningkatkan kunjungan wisata yang berdampak pada kelangsungan usaha berbasis masyarakat diperlukan perhelatan besar. "Mungkin seperti itu karena (keindahan) Gua Gong sudah bagus," ujar dia.
Dwi merupakan satu dari 196 warga desa setempat yang mengais rezeki di Gua Gong. Adapun aktivitas ekonomi yang dijalankan adalah berjualan makanan, oleh-oleh khas, souvenir seperti akik dan kaus, pemandu gua, juru foto, dan menyewakan senter.
Aktivitas ekonomi di kawasan Gua Gong mulai berlangsung sejak 1997 atau dua tahun setelah lokasi itu itu dibuka untuk wisata. Karena semakin banyak dikunjungi wisatawan, warga yang sebelumnya hanya mengandalkan sumber pendapatan dari tani mulai membuka usaha di kawasan tersebut.
Mereka yang tergabung dalam kelompok sadar wisata itu berjualan. Lapak para pelaku usaha ini berdiri beberapa titik di antaranya lahan parkir utama, jalan masuk halaman gua dan akses menuju pintu keluar. Selain itu, ada pula warga yang menyewakan senter dan pemandu gua. "Untuk tambahan penghasilan," kata Adi Hariono, salah seorang warga yang menyewakan senter.
Untuk masuk ke gua, setiap wisatawan dewasa ditarik retribusi Rp 12 ribu saat akhir pekan dan hari liburan. Biaya masuk bagi anak-anak pada waktu yang sama Rp 5.000. Sedangkan pada Senin – Jumat, wisatawan dewasa dipungut Rp 10 ribu dan anak-anak tetap Rp 5.000.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Let's block ads! (Why?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar