Kamis, 08 September 2016 | 22:33 WIB
Tape ketan hitam. flickr.com
TEMPO.CO, Jakarta - Jika Anda kerap melakukan perjalanan melewati Kuningan, Jawa Barat, tentu akan mudah menjumpai tape ketan dalam wadah ember di sepanjang perjalanan. Ya, tape ketan memang menjadi buah tangan khas Kuningan yang sudah sangat tersohor.
Nah, selain membeli tape ketan sebagai buah tangan, Anda juga dapat mengunjungi sentra produksi tape ketan kuningan ini. Salah satunya ada di Desa Tarikolot, Cibeureum, Kuningan, Jawa Barat.
Carsim Cahyadi merupakan salah satu pengusaha yang memproduksi tape ketan dengan merek Pamella sejak 1996. Di Desa Tarikolot, Pamella merupakan usaha rumahan kedua yang memproduksi tape ketan.
Di rumahnya yang sekaligus sebagai rumah produksi tape ketan, Anda dapat menyaksikan pekerja sedang membungkus beras ketan yang telah dicampur ragi ke dalam daun jambu. Dalam satu kali produksi, Carsim mengolah tiga kuintal beras ketan dengan dibantu beberapa karyawannya.
Jumlah produksi meningkat pada saat hari besar keagamaan, mencapai 1 ton per harinya. Tape ketan dalam wadah ember ini kemudian didistribusikan ke agen-agen dan menjadi oleh-oleh ke Jakarta atau Bandung. Tidak sedikit pula, konsumen yang langsung datang ke rumah produksi sekaligus menyaksikan proses pembuatannya.
Carsim menyediakan banyak varian wadah tape ketan. Dalam satu ember hitam berisi 80 bungkus tape ketan dengan harga Rp50.000. Sedangkan, 50 bungkus tape ketan dalam wadah toples bening dihargai Rp35.000. Adapula, wadah berisi 30 bungkus tape ketan seharga Rp 25.000.
Bagi Anda yang hendak membawa tape ketan sebagai buah tangan, berikut saran Carsim.
Sebaiknya, membeli tape ketan dalam kondisi yang belum matang. Sebab, tape ketan sejak pengemasan membutuhkan waktu tiga hari untuk matang. Tape ketan yang telah matang memiliki rasa yang lebih legit hasil dari fermentasi. Selanjutnya, pastikan saat membeli tape ketan, tertera tanggal matang yang biasanya tertulis pada stiker di ember.
"Saat akan membeli di agen, sebaiknya dibuka untuk dicek terlebih dulu. Karena takutnya sudah tidak enak," sarannya.
BISNIS
Let's block ads! (Why?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar